Powered By Blogger

Senin, 25 Juni 2012

PENALARAN DALAM LOGIKA HUKUM



Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi(consequence). Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Penalaran Induktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan yang baru yang bersifat umum. dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memiliki konsep secara canggih tetapi cukup dengan mengamati lapangan dan dari pengamatan lapanngan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan prasyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendeskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Metode deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum,yang kebenarannya telah diketahu dan diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan yang baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali pembentukan teori, hipotesis, definisi oprasional, instrumen dan oprasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala atau peristiwa.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan Simbol dalam Penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat Kebenaran dalam Penalaran :
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
§  Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
§  Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Ciri-ciri penalaran yaitu :
a. adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berfikir logis).
b. Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Hakikat Penalaran ,penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenarannya. Penalaran merapakan proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

SILOGISME(INDUKSI) DALAM LOGIKA HUKUM



Induksi yaitu suatu proses pemikiran di dalam akal kita yang berasal dari pengetahuan tentang kejadian/peristiwa atau sejumlah fenomenal yang lebih konkret untuk menurunkannya kepada suatu kesimpulan (inferensi). Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Suatu jalan pikiran disebut induksi manakala berupa penarikan kesimpulan yang umum atas dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus agar jalan pikiran seperti itu mencapai kesimpulan yang benar dan pasti.
Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yang berturut-turut akan dikemukakan dalam bagian-bagian berikut, yaitu :
♦ Generalisasi
Yaitu suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting jika kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki. Dalam kenyataannya, data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya merupakan generalisasi juga, yang tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang induktif.
Induksi dan generalisasi sebenarnya mempunyai variasi yang beraneka ragam, sehingga penjelasan-penjelasan yang cermat kadang-kadang sukar ditampilkan.
♦ Hipotese dan Teori
Hipotese (hypo=dibawah, tithenai=menempatkan) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut.
Teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada.
Hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi entara fenomena-fenomena, sedangkan teoti merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang relevan atau sejenis.
Dengan demikian, walaupun hipotese merupakan cara yang baik untuk mempertalikan fakta-fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat ditolak karena fakta-fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak lagi menunjang hipotese tadi. Sebab itu persoalan yang dihadapai adalah bagaimana merumuskan sebuah hipotese yang kuat.
♦ Analogi
Atau disebut abalogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Sebab itu sering timbul salah pengertian antara analogi induktif atau analogi logis sebagai yang dikemukakan dengan analogi deklaratif atau analogi penjelas yang termasuk dalam persoalan perbandingan.
Analogi induktif atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu kesamaan aktual antara dua hal. Berdasarkan kesamaan aktual itu, penulis dapat menurunkan suatu kesimpulan  bahwa karena kedua hal itu menganddung kemiripan dalam hal-hal yang penting, maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang kurang penting.

♦ Kausal
Sejarah timbulnya hubungan sebab-akibat/kausal ini, dapat ditelusuri kembali sampai pada saat mula timbulnya inteligensia manusia. Untuk tujuan praktis, dapat diterima sebagai dasar bahwa semua peristiwa mempunyai sebab yang mungkin dapat diketahui, bila manusia berusaha menyelidikinya dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan penyelidikan itu.

Logika Hukum


Ada istilah yang akhir-akhir ini menjadi sangat sulit aku pahami. Logika hukum. Dua kata yang terasa mudah dicerna, ternyata sulit juga menelannya. Pengen muntah rasanya.
Terus terang saja, waktu Bibit Chandra dituduh dan dengan gagah menolak bahkan menantang, bangga juga rasanya punya penegak hukum yang berani. Tetapi, setelah perjalanan yang begitu lama dan melelahkan berujung deponeering (mengesampingkan), rasanya kok jadi terlihat mentah atau dimentahkan. Deponeering satu-satunya di negri ini yang diawali dengan upaya-upaya lain seperti SKPP dan PK. Memang unik (satu[-satunya). Padahal, kasus ini nyata-nyata sudah ada penyuapnya yang divonis penjara karena terbukti. Kenapa tidak dibuktikan saja bahwa Bibit Chandra tidak memeras atau menerima suap?
Untuk kasus Bibit Chandra, si penyuap dicokok terlebih dahulu, tetapi untuk kasus suap Cek Perjalanan DGBI yang dicokok justru si penerima suap. Alasannya mungkin strategi. Mungkin semacam selera saja. Masih terasa gampang logikanya.  Terserah gue dong. Toh, semua masih berjalan dan belum selesai tuntas. Logika bisa menunggu dan bersabar.
Tapi sekarang ada “Logika Hukum” yang menyatakan bahwa Jaksa (dalam hal ini Jaksa Agung) dengan posisi sebagai penuntut bisa memutuskan status seseorang, dengan alat deponeering. Dengan deponeering status tersangka bisa hilang begitu saja. Ternyata penuntut bisa juga memutuskan. Macam Tuhan mengampuni, maka yang bersalah menjadi tidak bersalah. Sayangnya, Tuhan memegang hak mutlak sebagai penuntut dan pemutus perkara. Mengesampingkan oleh penuntut (Tuhan) serta merta menjadi keputusan (Tuhan) juga. Dengan dikesampingkan (tidak dituntut karena kepentingan umum) oleh Tuhan, otomatis Tuhan (bisa dikatakan) memutuskan menghapus perkara itu.
Tapi kalo Jaksa (penuntut) memutuskan untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (penting amat kali yaa), apa lalu Hakim (yang berhak memutuskan perkara) serta merta tidak boleh “menyangka”?
Mungkin lebih baik jika deponeering itu diterjemahkan sebagai “menghapus” saja. Jadi benar-benar hilang semuanya. Mengesampingkan dalam logika berfikir tidak akan menghilangkan. Mungkin logika hukum berbeda dengan logika berfikir.

Selasa, 12 Juni 2012

Kamis, 07 Juni 2012

Komisi XI: Permainan Pegawai Pajak Sudah Lumrah & Memalukan


Komisi XI: Permainan Pegawai Pajak Sudah Lumrah & Memalukan

Jakarta Anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menilai permainan di internal Ditjen Pajak sudah sangat lumrah. Hal memalukan seperti ini harus segera ditertibkan.
"Permainan oknum aparat pajak ini sudah lumrah dan memalukan. Dirjen Pajak harus lebih sering memantau permainan anak buahnya," kata Achsanul kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Komisi XI DPR rutin menerima keluhan terkait hal ini. Dirjen Pajak diharapkan bisa menertibkan permainan seperti ini agar tidak sampai Ditjen Pajak seolah-olah menjadi gudang permainan.
"Keluhan-keluhan wajib pajak ini memang sering masuk ke Komisi XI tapi kami masih percaya Pak Dirjen bisa segera mengatasi. Kami Komisi XI menunggu langkah-langkah Dirjen terhadap kasus-kasus tersebut," katanya.
Komisi XI DPR berharap Dirjen Pajak mengambil langkah penertiban. Demi penyelamatan penerimaan negara di sektor pajak.
"Kasih waktu dirjen dan KPK untuk mengusut tuntas perselingkuhan-perselingkuhan petugas pajak dan wajib pajak yang nakal," tandasnya.
Sebelumnya, KPK menangkap pegawai pajak Tomy bersama 2 rekannya yang ditengarai sebagai pemberi uang sogokkan di sebuah rumah makan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

KPK menyita uang sekitar Rp 300 juta dari tangan pelaku. KPK menetapkan TH dan JGB sebagai tersangka.
TH merujuk pada Tomy Hindratno, pegawai KPP Sidoarjo sedangkan JGB merupakan James Gunarjo, seorang swasta yang terkait dengan PT Bhakti Investama.