PENGANTAR
Dalam pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka
suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk
berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah
yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana
pinjaman.
Untuk mendapatkan modal
usaha melalui kridit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka
pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankkan dan lembaga non
perbankkan.
Salah satu lembaga non
perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian merupakan sebuah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang
jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga
pegadaian menawarkan peminjaman dengan system gadai.
Jadi masyarakat tidak
perlu takut kehilangan barang-barangnya. Lembaga pegadaian memiliki kemudahan
antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana,
dimana nasabah cukup memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya
dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah
cair dan bunga relatif rendah. Hal ini sesuai dengan motto dari pegadaian itu
sendiri, yaitu : ”Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.
Masalah jaminan utang
berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang, yang
mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin
dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya
diantara kreditur dan debitur.
Adanya perjanjian gadai
tersebut, maka diperlukan juga adanya barang sebagai jaminan. Jaminan yang
digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari:
1. benda bergerak berwujud,
yaitu benda yang dapat dipindahpindahkan. Misalnya : televisi, emas, dvd, dan
lain-lain.
2. benda bergerak yang
tidak berwujud. Misalnya : surat-surat berharga seperti saham, obligasi, wesel,
cek, aksep, dan promes.
Sebagai suatu bentuk
jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda
gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gadai
Berbicara masalah gadai
tentu ada hubungannya dengan jaminan, maka itu sebelum kita membahas apa itu
gadai maka perlu kita ketahui dulu apa itu jaminan, sehingga memudahkan kita
untuk membahas gadai lebih lanjut sebagai bentuk jaminan. Jaminan dalam konteks
Ilmu Hukum adalah suatu kebendaan maupun orang/penanggungan/borgtoch yang
diberikan oleh debitur/pihak III untuk menjadi penanggung pelunasan perikatan/hutang debitur.
Jaminan kebendaan
menurut pasal 1131 KUHPerdata adalah segala kebendaan milik orang yang
berhutang, baik bergerak maupun tidak bergerak yang sudah ada maupun yang akan
ada menjadi tanggungan segala perikatan yang dibuatnya.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan gadai ada karena akibat perikatan utang piutang sebagai
bentuk penanggungan pelunasan utang debitur terhadap piutang kriditur.
Definisi dari Gadai berdasarkan
Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata(“KUHPerdata”):
Gadai adalah
suatu hak
yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,yang diserahkan
kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang
lainnya; dengankekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dari definisi gadai
tersebut, unsur-unsur gadai (secara umum) berdasarkan pasal tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1. Gadai
2. Barang bergerak
sebagai jaminan
3. Adanya hak kebendaan
dari barang jaminan kepada si berpiutang
Dari definisi dan
unsur-unsur di atas, gadai merupakan hak kebendaan dan timbul dari suatu
perjanjian gadai. Perjanjian gadai ini pun tidaklah berdiri sendiri melainkan
merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian pokoknya. Perjanjian
pokok ini biasanya adalah berupa perjanjian hutang piutang antara kreditur dan debitur.
Dalam suatu perjanjian
hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang meminjam uang atau barang
dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur memperoleh rasa aman
dan terjamin terhadap uang atau barang yang dipinjamkan, kreditur mensyaratkan sebuah
agunan atau jaminan atas uang atau barang yang dipinjamkan.
Agunan ini diantaranya
bisa berupa gadai atas barang-barang bergerak yang dimiliki oleh debitur
ataupun milik pihak ketiga. Debitur sebagai pemberi gadai menyerahkan
barang-barang yang digadaikan tersebut kepada kreditur atau penerima gadai.
Disamping menyerahkan kepada kreditur, barang yang digadaikan ini dapat diserahkan
kepada pihak ketiga asalkan terdapat persetujuan kedua belah pihak.
B. Obyek Hak Gadai
Dilihat dari definisi
gadai sendiri, yang menjadi objek dari hak gadai adalah benda bergerak.
Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke
zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke
zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud
surat-surat berharga.
Surat-surat berharga ini dapat berupa :
1. Atas bawa (aan
toonder), yang memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang
membawa surat-surat itu seperti saham dan obligasi, cara mengadakan
gadai itu ialah dengan cara menyerahkan begitu saja surat-surat berharga
tersebut kepada kreditur pemegang gadai.
2. Atas perintah (aan
order), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang disebut
dalam surat seperti wesel, cek, aksep, promes, cara mengadakan gadai
masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga tersebut bahwa haknya
dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut pasal 1152
bis KUHPerdata). Disamping endossement, surat-surat berharga
tersebut harus diserahkan kepada pemegang gadai.
3. Atas nama (op
naam), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya
disebut dalam surat itu, maka cara mengadakan gadai menurut pasal 1153
KUHPerd adalah bahwa hal menggadaikan ini harus diberitahukan kepada
orang yang berwajib membayar uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat
menuntut supaya ada bukti tertulis dari pemberitahuan dan izin pemberi
gadai.
C. Subjek Hak Gadai
Seperti halnya
perbuatan perbuatan hukum yang lain, pemberi dan penerima gadai hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, akan
tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan
(menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan.
Pasal 1152 ayat (4)
KUHPerd menentukan bahwa kalu kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak
untuk mengasingkan benda itu, gadai tidak bisa dibatalkan, asal saja penerima
gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak memberi gadai itu.
Kalau penerima gadai mengetahui
atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi gadai,
penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus
dibatalkan.
D. Hak-Hak Pemegang
Gadai
Hak-hak pemegang gadai
adalah :
1. Hak untuk menahan
benda yang digadaikan selama sebelum dilunasi hutang pokoknya, bunganya dan
biaya-biaya lainnya oleh debitur.
2. Hak untuk
mendapatkan pembayaran piutangnya dari pendapatan penjualan benda yang
digadaikan, apabila debitur tidak menepati kewajibannya.
Penjualan benda yang digadaikan dapat dilakukan
sendiri oleh pemegang gadai dan dapat pula dengan perantaraan hakim.
3. Hak minta ganti
biaya-biaya yang telah dikeluarkannya untuk memelihara benda yang digadaikan
itu.
4. Pemegang gadai
mempunyai hak untuk menggadaikan lagi benda yang dijadikan jaminan, bila mana
hal itu sudah menjadi kebiasaan, seperti menggadaikan surat-surat sero tau
obligasi.
5. Dalam melahsanakan
hak gadai secara menjual benda yang dijaminkan, pemegang gadai berhak untuk
didahulukan menerima pembayaran piutangnya sebelum piutang-piutang lainnya,
kecuali biaya-biaya lelang, biaya-biaya pemeliharaan agar barang itu tidak
rusak-musnah.
E. Kewajiban-Kewajiban
Pemegang Gadai
Kewajiban-kewajiban
pemegang gadai adalah:
1. Pemegang gadai
bertanggung jawab atas hilangnya atau berkurangnya harga barang yang digadaikan
jika hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.
2. Pemegang gadai harus
memberitahukan kepada pemberi gadai bilamana ia hendak menjual barang yang
digadaikan kepadanya.
3. Pemegang gadai harus
memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualan benda yang digadaikan dan
setelah mengambil pelunasan piutangnya ia harus menyerahkan kelebihannya kepada
pemberi gadai.
4. Pemegang gadai harus
mengembalikan benda yang digadaikan bila mana hutang pokok, bunga dan biaya
untuk memelihara benda yang digadaikan telah lunas dibayar oleh debitur.
F. Sebab-Sebab Hapusnya
Gadai
Yang menjadi sebab
hapusnya gadai :
1. Karena hapusnya
perjanjian peminjaman uang.
2. Karena perintah
pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari pemegang gadai.
3. Karena benda yang
digadaikan dikembalikan dengan kemauan sendiri oleh pemegang gadai kepada
pemberi gadai.
4. Karena pemegang
gadai lantaran sesuatu sebab menjadi pemilik benda yang digadaikan.
5. Karena dieksekusi
oleh pemegang gadai.
6. Karena lenyapnya
benda yang digadaikan.
7. Karena hilangnya
benda yang digadaikan.
KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa
gadaicterjadi karena adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan
perikatan utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud
maupun tidak berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kriditur.
Obyek dari gadai adalah
benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi subyek dari hak
gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi hak gadai (kreditur), dan
secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan hukum tentu saja tidak bisa
melakukan hubungan hukum gadai.
Untuk menjaminnya agar
gadai bisa dilaksanakan secara benar, sehingga tidak terjadi sengketa
dikemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami dan melaksanakan
kewajibannya, dan si pemberi gadai harus juga mengerti apa yang manjadi hak si
penerima gadai.
Daftar
Pustaka
1. H.Riduan Syahrani, S.H., Seluk-Beluk Dan
Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. 1-Bandung : Alumni, 2006
2. Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata (KUHPerd), - Cet. 38-Jakarta : Pradnya Paramita, 2007
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Pegadaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar