Powered By Blogger

Jumat, 01 Juni 2012

JUAL BELI


PENGANTAR
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka saling tolong menolong, tukar menukar keeperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual-beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan dan lain-lain.
Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan jual beli. Konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi.


PEMBAHASAN
1.     DEFINISI JUAL BELI
Jual beli (menurut B.W) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas jumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
 Barang yang menjadi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.
Jual beli menurut Prof. R. Subekti adalah jual beli sebagai perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedangkan pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak tersebut.
Unsur unsur pokok “essentiallia” perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsesualisme yang menjiwai hukum perjanjian B.W, perjanjian jual beli itu dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.
Hukum perjanjian dari B.W menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik  tercapainya konsensus.  sebagaimana dimaksudkan dalam pasal tersebut, sehingga bukan pada detik sebelumnya maupun sesudahnya.
Kesimpulannya yaitu, jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik dimana subjeknya barang dan harga antara pihak yang satu (si penjual) berjanji menyerahkan hak milik atas suatu barang kemudian pihak yang lain (si pembeli) berkewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati kedua belah pihak yang mempunyai asas konsensualisme.

2.     KEWAJIBAN PARA PIHAK
A.     Kewajiban Si Penjual
Bagi para penjual ada dua kewajiban utama, yaitu:
1.       Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.
Kewajiban ini meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.
Tiga macam penyerahan hak milik, adalah :
·          Barang bergerak
Berdasarkan pasal 612 KUHPerdata yang bernunyi:  “untuk barang bergerak penyerahan cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu”.
Dari ketentuan ini, dapat dimungkinkan menyerahkan kunci saja (simbolik) kalau yang dijual adalah barang-barang yang disimpan dalam gudang, dan apabila barangnya sudah berada dalam kekuasaan si pembeli, penyerahan cukupdilakukan dengan suatu pernyataan saja.
·          Barang tetap (tidak bergerak)
Untuk barang tetap (tidak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan “balik nama” di muka Pegawai Kadaster yang dinamakan Pegawai Balik Nama, yaitu menurut Pasal 616 dihubangkan dengan Pasal 620 .
 Berdasarkan pasal 616 KUHPerdata, penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620
 Kemudian pasal 620 KUHPerdata:  menyatakan bahwa dengan memindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan memudahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan berada, dan dengan membukukannya dalam register.
·          Barang tak bertubuh (cessie)
Berdasarkan pasal 613 KUHPer, yaitu penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain, secara tertulis, disetujui, dan diakuinya.
Perjanjian jual beli menurut B.W itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya “lavering” atau penyerahan. Lavering adalah suatu persetujuan lagi antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memindahkan hak milik dari penjual dan membeli.
Mengenai “lavering” ada yang dinamakan “sistem causal”, yaitu sistem yang menggantungkan sahnya lavering.
2.     Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.
Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tentram merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiriyang bebas dari suatu beban atau tuntutan dari suatu pihak.
Oleh karena itu, hukum perjanjian itu pada asasnya merupakan hukum pelengkap, kedua belah pihak diperbolehkan dengan janji-janji khusus memperluas atau mengurangi kewajiban.Mereka diperbolehkan mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun.
Mengenai kewajiban untuk menanggung cacad tersembunyi si penjual diwajibkan menanggung cacad tersmbunyi pada barang yang dijualnya yang membuat barang tersebut tidak dapat di pakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
Si penjual tidak diwajibkan menanggung terhadap cacad yang kelihatan , kalau cacad itu kelihatan dapay dianggap bahwa pembeli menerima adanya cacad itu.
B.   Kewajiban Si Pembeli
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut harus berupa sejumlah uang.
Perjanjian jual beli yang harganya harus ditetapkan oleh pihak ketiga itu pada hakekatnya adalah suatu perjanjian dengan suatu syarat tangguh karena perjanjiannya baru akan jadi kalau harga sudah ditetapkan oleh orang ketiga.
Si pembeli, biarpun tidak ada janji yang tegas diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang di jual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan.
Suatu sale adalah suatu persetujuan (perjanjian) sekaligus dengan pemindahan milik. Dalam suatu sale, sipenjual melakukan wanprestasi, maka sipembeli dapat menggunakan semua upaya dari seorang pemilik .
Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian, maka merupakan wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual untuk menuntut ganti rugi atau pembatalan pembelian menurut ketentuan pasal 1266 dan 1267. Pembatalan pembelian untuk kepentingan sipenjual akan terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk menganbil barang yang dijual (pasal 1517 dan 1518) .

3.     SOAL RESIKO DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
Resiko adalah Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian.
Persoalan tentang resiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa itu dinamakan “keadaan memaksa” atau overmacht. Mengenai resiko dalam jual beli dalam B.W ada 3 peratutan, yaitu:
·          Mengenai Barang Tertentu (pasal 1460)
 Mengenai barang tertentu bahwa barang itu sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan. Yang dimaksudkan  dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh sipembeli.
Pada pasal 1460 dibatasi lagi, yaitu ia hanya di pakai jika yang terjadi itu adalah suatu keadaan yang memaksa yang mutlak.
·          Mengenai Barang yang Dijual Menurut Berat, Jumlah, atau Ukuran (pasal 1461).
Menurut ketentuan pasal 1461 dan 1462 resiko atas barang yang dijual menuerut jumlah, berat, dan ukuran diletakkan pada pundaknya si penjual hingga barang tersebut telah ditimbang dan dihitung atau di ukur, sedang resiko atas barang yang dujual menurut tumpukan diletakkan pada sipembeli.
Barang yang masih harus ditimbang lebih dahulu, dihitung atau diukur sebelum dikirim kepada sipembeli, baru dipisahkan dari barang milik si penjual  setelah dilakukan penimbangan, perhitungan atau pengukuran, dikirimkan kepada pembeli atau  untyk diambil oleh pembeli.
·          Mengenai Barang-Barang Yang Dijual Menurut Tumpukan (pasal 1462)
Barang yang di jual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjual lainny, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli.
Kesimpulannya adalah selama belum dilever, mengenai macam barang apa saja, resikonya masih dipikul oleh penjual, yang masuh merupakan pemilik sampai pada saat itu barang diserahkan kepada pembeli.
4.       JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan dari suatu janji dimana si penjual di berikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual dengan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, disertai biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembelian serta penyerahan.
Definisi dari pasal 1519 ditambah dengan ketentuan pasal 1532 dari perjanjian “jual beli dengan janji membeli kembali”. Hak “membeli kembali” tidak boleh diperjanjikan untuk sewaktu waktu yang lebih lama dari 5 tahun. Si penjual lalai memajukan tuntutan untuk membeli kembali dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan , maka sipembeli tetap menjadi sebagai pemilik barang yang telah dibelinya itu (pasal 1520 dan 1521).
Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali di dalam praktek sering di pakai untuk menyelubungi suatu perjanjian pinjam uang dengan pemberian jaminan kebendaan, yang seharusnya di buat dalam bentuk hypotik
Juga dalam lingkungan Hukum Adat sudah mulai banyak di pakai perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini untuk menyelubungi suatu gadai tanah guna menghindari larangan yang berlaku dalam gadai tanah menurut Hukum  Adat itu untuk memperjanjikan bahwa kalau tanah tidak ditebus dalam sewaktu waktu, tanah itu akan menjadi milik mutlak dari si pengambil gadai.
DAFTAR PUSTAKA
1.     Buku Aneka Perjanjian karangan Prof. R. Subekti, S.H
2.     file:///D:/Makalah Hukum Perikatan & Perset juan Khusus Perdata (persu). Jual Beli dalam Perdata . Helianakomalasari Blog.htm
















TUGAS
MATA KULIAH HUKUM PERJANJIAN KHUSUS

“MAKALAH TENTANG JUAL BELI”

Dosen Pengampu : Hj. Mirin Primurdiastuti, SH. MH.



Oleh       :

Sabrina Okky Anggraeni
2100210011

UNIVERSITAS ISLAM MALANG
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
MEI 2012












Tidak ada komentar:

Posting Komentar