Powered By Blogger

Senin, 25 Juni 2012

Logika Hukum


Ada istilah yang akhir-akhir ini menjadi sangat sulit aku pahami. Logika hukum. Dua kata yang terasa mudah dicerna, ternyata sulit juga menelannya. Pengen muntah rasanya.
Terus terang saja, waktu Bibit Chandra dituduh dan dengan gagah menolak bahkan menantang, bangga juga rasanya punya penegak hukum yang berani. Tetapi, setelah perjalanan yang begitu lama dan melelahkan berujung deponeering (mengesampingkan), rasanya kok jadi terlihat mentah atau dimentahkan. Deponeering satu-satunya di negri ini yang diawali dengan upaya-upaya lain seperti SKPP dan PK. Memang unik (satu[-satunya). Padahal, kasus ini nyata-nyata sudah ada penyuapnya yang divonis penjara karena terbukti. Kenapa tidak dibuktikan saja bahwa Bibit Chandra tidak memeras atau menerima suap?
Untuk kasus Bibit Chandra, si penyuap dicokok terlebih dahulu, tetapi untuk kasus suap Cek Perjalanan DGBI yang dicokok justru si penerima suap. Alasannya mungkin strategi. Mungkin semacam selera saja. Masih terasa gampang logikanya.  Terserah gue dong. Toh, semua masih berjalan dan belum selesai tuntas. Logika bisa menunggu dan bersabar.
Tapi sekarang ada “Logika Hukum” yang menyatakan bahwa Jaksa (dalam hal ini Jaksa Agung) dengan posisi sebagai penuntut bisa memutuskan status seseorang, dengan alat deponeering. Dengan deponeering status tersangka bisa hilang begitu saja. Ternyata penuntut bisa juga memutuskan. Macam Tuhan mengampuni, maka yang bersalah menjadi tidak bersalah. Sayangnya, Tuhan memegang hak mutlak sebagai penuntut dan pemutus perkara. Mengesampingkan oleh penuntut (Tuhan) serta merta menjadi keputusan (Tuhan) juga. Dengan dikesampingkan (tidak dituntut karena kepentingan umum) oleh Tuhan, otomatis Tuhan (bisa dikatakan) memutuskan menghapus perkara itu.
Tapi kalo Jaksa (penuntut) memutuskan untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (penting amat kali yaa), apa lalu Hakim (yang berhak memutuskan perkara) serta merta tidak boleh “menyangka”?
Mungkin lebih baik jika deponeering itu diterjemahkan sebagai “menghapus” saja. Jadi benar-benar hilang semuanya. Mengesampingkan dalam logika berfikir tidak akan menghilangkan. Mungkin logika hukum berbeda dengan logika berfikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar